A. Keluarga Sebagai Wahana Utama
dalam Pendidikan Karakter Anak
Para
sosiolog meyakini bahwa keluarga memiliki peran penting dalam menentukan
kemajuan suatu bangsa, keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi
pendidikan karakter anak. Apabila keluarga gagal melakukan pendidikan karakter
pada anak-anaknya, maka akan sulit bagi institusi-institusi lain di luar
keluarga (termasuk sekolah) untuk memperbaikinya. Kegagalan keluarga dalam
membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak
berkarakter.
Karakter
didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai pihak. Sebagian menyebutkan
karakter sebagai penilaian subyektif terhadap kualitas moral dan mental,
sementara yang lainnya menyebutkan karakter sebagai penilaian subyektif
terhadap kualitas mental saja, sehingga upaya merubah atau membentuk karakter
hanya berkaitan dengan stimulasi terhadap intelektual seseorang. Karakter
sebagai suatu penilaian subyektif terhadap kepribadian seseorang yang berkaitan
dengan atribut kepribadian yang dapat atau tidak dapat diterima oleh
masyarakat.
Sementara
itu menurut Megawangi (2003), kualitas karakter meliputi sembilan pilar, yaitu
(1) Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; (2) Tanggung jawab, Disiplin dan
Mandiri; (3) Jujur/amanah dan Arif; (4) Hormat dan Santun; (5) Dermawan, Suka
menolong, dan Gotong-royong; (6) Percaya diri, Kreatif dan Pekerja keras; (7)
Kepemimpinan dan adil; (8) Baik dan rendah hati; (9) Toleran, cinta damai dan
kesatuan. Jadi, orang yang memiliki karakter baik adalah orang yang memiliki
kesembilan pilar karakter tersebut. Pendidikan karakter perlu dilakukan sejak
usia dini. Erik Erikson yang terkenal dengan teori Psychososial Development
juga menyatakan hal yang sama. Dalam hal ini Erikson menyebutkan bahwa anak
adalah gambaran awal manusia menjadi manusia, yaitu masa di mana kebajikan
berkembang secara perlahan tapi pasti. Dengan katalain, Karakter, seperti juga
kualitas diri yang lainnya, tidak berkembang dengan sendirinya. Perkembangan
karakter pada setiap individu dipengaruhi oleh faktor bawaan (nature) yang
dimulai dari lingkungan keluarga anak tersebut berada dan faktor lingkungan
(nurture). Oleh karena itu, sosialisasi dan pendidikan anak yang berkaitan
dengan nilai-nilai kebajikan dimulai dari keluarga sebagai wahana utama dan
pertama, kemudian sekolah, maupun lingkungan yang lebih luas sangat berperan
penting dalam pembentukan karakter seorang anak. Dalam hal pembinaan karakter
ini sendiri keluarga berperan memberikan pelajaran mengenai aturan main segala
aspek yang ada di dunia ini, serta memberikan pemahaman mengenai aturan main
dalam hubungan kemasyarakatan. Aturan main disini didefinisikan sebagai
aturan-aturan yang menetapkan apa yang salah dan apa yang benar, apa yang
boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan, apa yang adil dan apa yang tidak
adil, apa yang patut dan tidak patut. sehingga nantinya mampu menanamkan dan
mengaplikasikan aturan main tersebut dalam kehidupan sehari-hari dengan
sebaik-baiknya.
B. Aspek-Aspek
Penting dalam Pendidikan Karakter Anak
Dalam membentuk karakter anak diperlukan syarat-syarat
mendasar bagi terbentuknya kepribadian yang baik. Ada tiga kebutuhan dasar anak
yang harus dipenuhi, yaitu maternal bonding, rasa aman, dan stimulasi fisik dan
mental.
1. Maternal bonding (kelekatan psikologis dengan ibunya), merupakan dasar penting dalam pembentukan karakter anak karena aspek ini berperan dalam pembentukan dasar kepercayaan kepada orang lain (trust) pada anak. Kelekatan ini membuat anak merasa diperhatikan dan menumbuhkan rasa aman sehingga menumbuhkan rasa percaya.Dengan kata lain, ikatan emosional yang erat antara ibu-anak di usia awal dapat membentuk kepribadian yang baik pada anak.
1. Maternal bonding (kelekatan psikologis dengan ibunya), merupakan dasar penting dalam pembentukan karakter anak karena aspek ini berperan dalam pembentukan dasar kepercayaan kepada orang lain (trust) pada anak. Kelekatan ini membuat anak merasa diperhatikan dan menumbuhkan rasa aman sehingga menumbuhkan rasa percaya.Dengan kata lain, ikatan emosional yang erat antara ibu-anak di usia awal dapat membentuk kepribadian yang baik pada anak.
2. Kebutuhan akan rasa aman yaitu
kebutuhan anak akan lingkungan yang stabil dan aman. Kebutuhan ini penting bagi
pembentukan karakter anak karena lingkungan yang berubah-ubah akan membahayakan
perkembangan emosi bayi. normal bagi seorang bayi untuk mencari kontak dengan
hanya satu orang (biasanya ibu) pada tahap-tahap awal masa bayi. Kekacauan
emosi anak yang terjadi karena tidak adanya rasa aman ini diduga oleh para ahli
gizi berkaitan dengan masalah kesulitan makan pada anak. Tentu saja hal ini
tidak kondusif bagi pertumbuhan anak yang optimal.
3. Kebutuhan akan stimulasi fisik
dan mental juga merupakan aspek penting dalam pembentukan
karakter anak. Menurut pakar pendidikan anak, seorang ibu yang sangat perhatian
(yang diukur dari seringnya ibu melihat mata anaknya, mengelus, menggendong,
dan berbicara kepada anaknya) terhadap anaknya yang berusia usia di bawah enam
bulan akan mempengaruhi sikap bayinya sehingga menjadi anak yang gembira,
antusias mengeksplorasi lingkungannya, dan menjadikannya anak yang kreatif.
C. Pola Asuh
Keluarga dalam Hubungannya dengan Prestasi Belajar Anak
Keberhasilan keluarga dalam menanamkan
nilai-nilai kebajikan (karakter) serta implementasinya terhadap prestasi
belajar pada anak, sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang
tua pada anaknya. Pola asuh dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara
anak dengan orangtua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan,
minum dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang
dan lain-lain), serta sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar
anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Dengan kata lain, pola asuh juga
meliputi pola interaksi orang tua dengan anak dalam rangka pendidikan karakter
anak.
a. Otoriter
Yang dilakukan orang tua:
1) Memberikan tuntutan yang sangat tinggi terhadap
kontrol dan disiplin kepada anak, tanpa memperlihatkan ekspresi cinta dan
kehangatan yang nyata.
2) Menuntut anak untuk mengikuti standar yang
ditentukan tanpa mengizinkan anak untuk mengungkapkan perasaannya.
3) Ingin anak mengikuti kehendaknya tanpa banyak
bertanya. 4) Menutup diri dan menolak adanya diskusi.
Pengaruhnya pada anak:
1) Takut memperlihatkan hasil karyanya, karena takut
dikritik yang akan diterimanya.
2) Tidak memiliki keberanian untuk mencoba hal-hal
baru.
3) Tidak memiliki masalah dengan pergaulan kenakalan
remaja.
4) Tapi memiliki pribadi yang kurang percaya diri,
ketergantungan dengan orang tua tinggi, dan lebih mudah mengalami stress.
b.Permisif
Yang dilakukan orang tua:
1) Cenderung menghindari konflik dengan anak.
2) Membiarkan anak untuk melakukan apa pun yang
diinginkan oleh anak.
3) Tak memberikan batasan yang jelas apa yang boleh
dan apa yang tidak boleh.
4) Takut memberikan larangan karena dianggap terkesan
tidak mencintai anak.
Pengaruhnya pada anak:
1) Merasa boleh berbuat sekehendak hatinya.
2) Memiliki rasa kepercayaan diri dan kemampuan
bersosialisasi yang cukup besar.
3) Namun akan mudah terseret pada bentuk kenakalan
remaja dan memiliki prestasi sekolah yang rendah. Anak tidak mengerti
norma-norma social yang harus dipenuhinya.
4) Anak menjadi bingung, karena ia merasa tidak salah
tetapi mendapat penilaian buruk dari orang lain akibat kurangnya pemahaman
terhadap norma yang dimilikinya.
c. Otoritatif (Demokratis)
Yang dilakukan orang tua:
1) Memberi kontrol terhadap anak dalam batas-batas
tertentu, dengan tetap memberikan dukungan, kehangatan dan cinta kepada anak.
2) Memonitor dan menjelaskan standar dengan tetap
memberikan kebebasan kepada anak untuk berekspresi.
3) Menghargai prestasi yang telah dicapai anak,
sekecil apa pun yang telah diperlihatkan oleh anak.
Pengaruhnya pada anak:
1) Merasa bahwa dia dihargai.
2) Dapat berdiskusi dengan leluasa dengan orang tua
tanpa takut dikritik atau disalahkan.
3) Merasa bebas mengungkapkan kesulitannya,
kegelisahannya kepada orang tua karena ia tahu bahwa orang tua akan membantu
memberikan jalan keluar tanpa mendiktenya.
4) Tumbuh menjadi individu yang mampu mengontrol
dirinya sendiri, betanggung jawab dan mampu bekerjasama dengan orang lain.
D. Pengaruh Sosial Ekonomi Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Siswa
Menurut Ngalim Purwanto
(2007), menyatakan bahwa dalam
proses pembelajaran yang baik dibutuhkan faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar siswa. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain faktor
individual dan faktor sosial. Faktor individual yaitu faktor
kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi.
Sedangkan faktor sosial antara lain faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru
dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam pembelajaran,
lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial.
Berdasarkan pendapat Ngalim
Purwanto tersebut dapat diketahui bahwa salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan prestasi belajar siswa adalah faktor individual dan faktor sosial.
Faktor sosial di antaranya faktor keluarga/ keadaan rumah tangga karena faktor
tersebut sangat menentukan, untuk memenuhi kebutuhan diri siswa berada di dalam
lingkungan rumah tangga maupun di sekolah.
Pada saat belajar di rumah siswa
memerlukan berbagai fasilitas untuk mendukung proses belajar seperti alat
belajar dan alat tulis lainnya. Jika perlengkapan siswa yang dibutuhkan tidak
terpenuhi maka berdampak pada menurunnya motivasi belajar siswa sehingga
prestasi belajar yang dicapai oleh siswa kurang optimal.
Orang tua dengan penghasilan
kecil dan gaji di bawah UMR sebagai karyawan pabrik tidak mampu memenuhi
kebutuhan gizi anaknya. Hal ini dapat berdampak kurang konsentrasi saat anak
belajar. Apabila ini tidak segera mendapat penanganan yang serius maka dapat
berpengaruh terhadap prestasi belajarnya. Pendapatan orang tua yang kecil
menyebabkan kurangnya fasilitas belajar yang dimiliki anak, perhatian dalam
belajar yang dilakukan orang tua terhadap anaknya juga kurang karena orang tua
sibuk mencari tambahan penghasilan. Semangat belajar anak menurun seperti dalam
mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) tidak dikerjakan di rumah, akhirnya dikerjakan
di sekolah atau tidak dikerjakan. Melihat fakta ini kemampuan ekonomi orang tua
diduga berpengaruh terhadap keberhasilan anak dalam mencapai prestasi belajar
yang optimal.
A. Faktor yang
mempengaruhi pemahaman siswa
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman
menurut munadi antara lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal.
a.
Faktor Internal
Faktor fisiologis dan faktor psikologis
dalam pengertian faktor fisiologis seperti kebiasaan yang prima. Tidak dalam
keadaan lelah atau capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya hal
tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam menerima materi pelajaran.
Sedangkan factor psikologis dalam hal ini peserta didik faktor psikologis dalam
hal ini pesrta didik pada dasarnya memiliki kondisi yang berbed- beda, tentunya
hal ini turut mempengaruhi hasil belajarnya siswa beberapa faktor psikologis
meliputi : intelegensi (IQ), perhatian, bakat, motivasi, kognitif, dan daya
nalar peserta didik.
b.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa, faktor
tersebut dapat dibagi menjadi 1 faktor lingkungan dan faktor non sosial:
1) Lingkungan sosial sekolah seperti
para guru,para staf administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi
semangat belajar siswa. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku
yang simpatik dan memperlihatkan suri tauladan yang baik dan rajin khususnya
dalam hal belajar. Misalnya rajin membaca dan berdiskusi dapat menjadi daya
dorong yang positif bagi kegiatan belajar.
2) Lingkungan Non-sosial Faktor yang
termasuk lingkungan non sosial ialah gedung sekolah letaknya, rumah dan
letaknya, alat-alat belajar,keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar