Kamis, 09 April 2020

Pengaruh Keluarga Terhadap Proses Belajar Siswa, Keadaan Sosial Ekonomi Siswa dan Perlakuan Keluarga Terhadap Siswa Serta Faktor Pemahaman Siswa


A. Keluarga Sebagai Wahana Utama dalam Pendidikan Karakter Anak
Para sosiolog meyakini bahwa keluarga memiliki peran penting dalam menentukan kemajuan suatu bangsa, keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi pendidikan karakter anak. Apabila keluarga gagal melakukan pendidikan karakter pada anak-anaknya, maka akan sulit bagi institusi-institusi lain di luar keluarga (termasuk sekolah) untuk memperbaikinya. Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter.  
Karakter didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai pihak. Sebagian menyebutkan karakter sebagai penilaian subyektif terhadap kualitas moral dan mental, sementara yang lainnya menyebutkan karakter sebagai penilaian subyektif terhadap kualitas mental saja, sehingga upaya merubah atau membentuk karakter hanya berkaitan dengan stimulasi terhadap intelektual seseorang. Karakter sebagai suatu penilaian subyektif terhadap kepribadian seseorang yang berkaitan dengan atribut kepribadian yang dapat atau tidak dapat diterima oleh masyarakat.
Sementara itu menurut Megawangi (2003), kualitas karakter meliputi sembilan pilar, yaitu (1) Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; (2) Tanggung jawab, Disiplin dan Mandiri; (3) Jujur/amanah dan Arif; (4) Hormat dan Santun; (5) Dermawan, Suka menolong, dan Gotong-royong; (6) Percaya diri, Kreatif dan Pekerja keras; (7) Kepemimpinan dan adil; (8) Baik dan rendah hati; (9) Toleran, cinta damai dan kesatuan. Jadi, orang yang memiliki karakter baik adalah orang yang memiliki kesembilan pilar karakter tersebut. Pendidikan karakter perlu dilakukan sejak usia dini. Erik Erikson yang terkenal dengan teori Psychososial Development juga menyatakan hal yang sama. Dalam hal ini Erikson menyebutkan bahwa anak adalah gambaran awal manusia menjadi manusia, yaitu masa di mana kebajikan berkembang secara perlahan tapi pasti. Dengan katalain, Karakter, seperti juga kualitas diri yang lainnya, tidak berkembang dengan sendirinya. Perkembangan karakter pada setiap individu dipengaruhi oleh faktor bawaan (nature) yang dimulai dari lingkungan keluarga anak tersebut berada dan faktor lingkungan (nurture). Oleh karena itu, sosialisasi dan pendidikan anak yang berkaitan dengan nilai-nilai kebajikan dimulai dari keluarga sebagai wahana utama dan pertama, kemudian sekolah, maupun lingkungan yang lebih luas sangat berperan penting dalam pembentukan karakter seorang anak. Dalam hal pembinaan karakter ini sendiri keluarga berperan memberikan pelajaran mengenai aturan main segala aspek yang ada di dunia ini, serta memberikan pemahaman mengenai aturan main dalam hubungan kemasyarakatan. Aturan main disini didefinisikan sebagai  aturan-aturan yang menetapkan apa yang salah dan apa yang benar, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan, apa yang adil dan apa yang tidak adil, apa yang patut dan tidak patut. sehingga nantinya mampu menanamkan dan mengaplikasikan aturan main tersebut dalam kehidupan sehari-hari dengan sebaik-baiknya.

B. Aspek-Aspek Penting dalam Pendidikan Karakter Anak
Dalam membentuk karakter anak diperlukan syarat-syarat mendasar bagi terbentuknya kepribadian yang baik. Ada tiga kebutuhan dasar anak yang harus dipenuhi, yaitu maternal bonding, rasa aman, dan stimulasi fisik dan mental.
1. Maternal bonding (kelekatan psikologis dengan ibunya), merupakan dasar penting dalam pembentukan karakter anak karena aspek ini berperan dalam pembentukan dasar kepercayaan kepada orang lain (trust) pada anak. Kelekatan ini membuat anak merasa diperhatikan dan menumbuhkan rasa aman sehingga menumbuhkan rasa percaya.Dengan kata lain, ikatan emosional yang erat antara ibu-anak di usia awal dapat membentuk kepribadian yang baik pada anak.
2. Kebutuhan akan rasa aman yaitu kebutuhan anak akan lingkungan yang stabil dan aman. Kebutuhan ini penting bagi pembentukan karakter anak karena lingkungan yang berubah-ubah akan membahayakan perkembangan emosi bayi. normal bagi seorang bayi untuk mencari kontak dengan hanya satu orang (biasanya ibu) pada tahap-tahap awal masa bayi. Kekacauan emosi anak yang terjadi karena tidak adanya rasa aman ini diduga oleh para ahli gizi berkaitan dengan masalah kesulitan makan pada anak. Tentu saja hal ini tidak kondusif bagi pertumbuhan anak yang optimal.
3. Kebutuhan akan stimulasi fisik dan mental juga merupakan aspek penting dalam pembentukan karakter anak. Menurut pakar pendidikan anak, seorang ibu yang sangat perhatian (yang diukur dari seringnya ibu melihat mata anaknya, mengelus, menggendong, dan berbicara kepada anaknya) terhadap anaknya yang berusia usia di bawah enam bulan akan mempengaruhi sikap bayinya sehingga menjadi anak yang gembira, antusias mengeksplorasi lingkungannya, dan menjadikannya anak yang kreatif.

C. Pola Asuh Keluarga dalam Hubungannya dengan Prestasi Belajar Anak
 Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai kebajikan (karakter) serta implementasinya terhadap prestasi belajar pada anak, sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya. Pola asuh dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak dengan orangtua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang dan lain-lain), serta sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Dengan kata lain, pola asuh juga meliputi pola interaksi orang tua dengan anak dalam rangka pendidikan karakter anak.
a. Otoriter
Yang dilakukan orang tua:
1) Memberikan tuntutan yang sangat tinggi terhadap kontrol dan disiplin kepada anak, tanpa memperlihatkan ekspresi cinta dan kehangatan yang nyata.
2) Menuntut anak untuk mengikuti standar yang ditentukan tanpa mengizinkan anak untuk mengungkapkan perasaannya.
3) Ingin anak mengikuti kehendaknya tanpa banyak bertanya. 4) Menutup diri dan menolak adanya diskusi.
Pengaruhnya pada anak:
1) Takut memperlihatkan hasil karyanya, karena takut dikritik yang akan diterimanya.
2) Tidak memiliki keberanian untuk mencoba hal-hal baru.
3) Tidak memiliki masalah dengan pergaulan kenakalan remaja.
4) Tapi memiliki pribadi yang kurang percaya diri, ketergantungan dengan orang tua tinggi, dan lebih mudah mengalami stress.
b.Permisif
Yang dilakukan orang tua:
1) Cenderung menghindari konflik dengan anak.
2) Membiarkan anak untuk melakukan apa pun yang diinginkan oleh anak.
3) Tak memberikan batasan yang jelas apa yang boleh dan apa yang tidak boleh.
4) Takut memberikan larangan karena dianggap terkesan tidak mencintai anak.
Pengaruhnya pada anak:
1) Merasa boleh berbuat sekehendak hatinya.
2) Memiliki rasa kepercayaan diri dan kemampuan bersosialisasi yang cukup besar.
3) Namun akan mudah terseret pada bentuk kenakalan remaja dan memiliki prestasi sekolah  yang rendah. Anak tidak mengerti norma-norma social yang harus dipenuhinya.
4) Anak menjadi bingung, karena ia merasa tidak salah tetapi mendapat penilaian buruk dari orang lain akibat kurangnya pemahaman terhadap norma yang dimilikinya.
c. Otoritatif (Demokratis)
Yang dilakukan orang tua:
1) Memberi kontrol terhadap anak dalam batas-batas tertentu, dengan tetap memberikan dukungan, kehangatan dan cinta kepada anak.
2) Memonitor dan menjelaskan standar dengan tetap memberikan kebebasan kepada anak untuk berekspresi.
3) Menghargai prestasi yang telah dicapai anak, sekecil apa pun yang telah diperlihatkan oleh anak.
Pengaruhnya pada anak:
1) Merasa bahwa dia dihargai.
2) Dapat berdiskusi dengan leluasa dengan orang tua tanpa takut dikritik atau disalahkan.
3) Merasa bebas mengungkapkan kesulitannya, kegelisahannya kepada orang tua karena ia tahu bahwa orang tua akan membantu memberikan jalan keluar tanpa mendiktenya.
4) Tumbuh menjadi individu yang mampu mengontrol dirinya sendiri, betanggung jawab dan mampu bekerjasama dengan orang lain.

D. Pengaruh Sosial Ekonomi Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Siswa
     Menurut Ngalim Purwanto (2007), menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran yang baik dibutuhkan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain faktor individual dan faktor sosial. Faktor individual yaitu faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi. Sedangkan faktor sosial antara lain faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam pembelajaran, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial.
Berdasarkan pendapat Ngalim Purwanto tersebut dapat diketahui bahwa salah satu faktor yang menentukan keberhasilan prestasi belajar siswa adalah faktor individual dan faktor sosial. Faktor sosial di antaranya faktor keluarga/ keadaan rumah tangga karena faktor tersebut sangat menentukan, untuk memenuhi kebutuhan diri siswa berada di dalam lingkungan rumah tangga maupun di sekolah.
Pada saat belajar di rumah siswa memerlukan berbagai fasilitas untuk mendukung proses belajar seperti alat belajar dan alat tulis lainnya. Jika perlengkapan siswa yang dibutuhkan tidak terpenuhi maka berdampak pada menurunnya motivasi belajar siswa sehingga prestasi belajar yang dicapai oleh siswa kurang optimal.
Orang tua dengan penghasilan kecil dan gaji di bawah UMR sebagai karyawan pabrik tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi anaknya. Hal ini dapat berdampak kurang konsentrasi saat anak belajar. Apabila ini tidak segera mendapat penanganan yang serius maka dapat berpengaruh terhadap prestasi belajarnya. Pendapatan orang tua yang kecil menyebabkan kurangnya fasilitas belajar yang dimiliki anak, perhatian dalam belajar yang dilakukan orang tua terhadap anaknya juga kurang karena orang tua sibuk mencari tambahan penghasilan. Semangat belajar anak menurun seperti dalam mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) tidak dikerjakan di rumah, akhirnya dikerjakan di sekolah atau tidak dikerjakan. Melihat fakta ini kemampuan ekonomi orang tua diduga berpengaruh terhadap keberhasilan anak dalam mencapai prestasi belajar yang optimal.

A.    Faktor yang mempengaruhi pemahaman siswa
      Faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman menurut munadi antara lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal.
a. Faktor Internal
     Faktor fisiologis dan faktor psikologis dalam pengertian faktor fisiologis seperti kebiasaan yang prima. Tidak dalam keadaan lelah atau capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya hal tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam menerima materi pelajaran. Sedangkan factor psikologis dalam hal ini peserta didik faktor psikologis dalam hal ini pesrta didik pada dasarnya memiliki kondisi yang berbed- beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil belajarnya siswa beberapa faktor psikologis meliputi : intelegensi (IQ), perhatian, bakat, motivasi, kognitif, dan daya nalar peserta didik.
b. Faktor Eksternal
    Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa, faktor tersebut dapat dibagi menjadi 1 faktor lingkungan dan faktor non sosial:
1) Lingkungan sosial sekolah seperti para guru,para staf administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar siswa. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri tauladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar. Misalnya rajin membaca dan berdiskusi dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar.
2) Lingkungan Non-sosial Faktor yang termasuk lingkungan non sosial ialah gedung sekolah letaknya, rumah dan letaknya, alat-alat belajar,keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketidaksukaan jangan jadi “Kutukan”

Pagi yang kataku kelam mulai menyapa, Detik menit jam mulai berjalan, yahhh, seperti biasa, bangun tidur, dilanjutkan dengan Shalat subuh,...